Kamis, 18 Februari 2010

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERANAN PENDIDIK MENURUT SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL ( Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ).


BAB I
PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Adapun rumusan pengertian tentang Pendidikan Nasional dapat penulis kemukakan pendapat Ki. Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Nasional di Indonesia serta yang diangkat oleh Pemerintah sebagai Bapak Pendidikan, menyatakan sebagai berikut:
“Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan peri-kehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemulian segenap manusia di seluruh dunia”
Berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terus dilakukan. Akibatnya muncul beberapa peraturan pendidikan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan peraturan-peraturan yang sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan saat ini. Upaya tersebut, antara lain diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kemampuan professional pendidik amatlah penting dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan. Kemampuan pendidk dalam meningkatkan profesionalnya tidak hanya berguna bagi dirinya, tetapi mempunyai makna yang positif bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya.
Usaha apapun yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan pada akhirnya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertera dalam GBHN yakni untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Tanggung jawab dan peran seorang pendidik amatlah berat dan tidak semudah apa yang diucapkan, sebab pendidik adalah kader-kader bangsa yang serba unik dan kompleks dan seorang pendidik harus siap dalam menghadapi perubahan dalam pendidikan di masa depan.

1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat maka peneliti mengambil permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pendidikan nasional ?
2. Bagaimana kajian yuridis terhadap Peranan Pendidik menurut Sistem Pendidikan Nasional di tinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami sistem pendidikan nasional
2. Untuk mengetahui dan memahami kajian yuridis terhadap peranan pendidik menurut sistem pendidikan nasional di tinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


BAB II
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL




• Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
• Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
• Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
• Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tahap-Tahap Sistem Pendidikan Nasional yaitu :
 Jalur Pendidikan terdiri atas :
1. Pendidikan formal, Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
a. Pendidikan dasar,
b. Pendidikan menengah, dan
c. Pendidikan tinggi.
• Jenis pendidikan mencakup :
1. Pendidikan umum,
2. Kejuruan,
3. Akademik,
4. Profesi,
5. Vokasi,
6. Keagamaan, dan
7. Khusus.
• Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Pendidikan dasar berbentuk :
1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
• Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas :
1. Pendidikan menengah umum yaitu :
a. Sekolah Menengah Atas (SMA),
b. Madrasah Aliyah (MA),
2. Pendidikan menengah kejuruan
a. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
b. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
• Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk :
1. Akademi,
2. Politeknik,
3. Sekolah Tinggi,
4. Institut, atau
5. Universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

2. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
• Pendidikan nonformal meliputi :
1. Pendidikan kecakapan hidup,
2. Pendidikan anak usia dini,
3. Pendidikan kepemudaan,
4. Pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. Pendidikan keaksaraan,
6. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. Pendidikan kesetaraan, serta
8. Pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
• Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
1. Lembaga kursus,
2. Lembaga pelatihan,
3. Kelompok belajar,
4. Pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. Majelis Taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

3. Pendidikan Informal.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
• Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk :
1. Taman Kanak-kanak (TK),
2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:
1. Kelompok Bermain (KB),
2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
• Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
• Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk :
1. Pendidikan diniyah,
2. Pesantren,
3. Pasraman,
4. Pabhaja Samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
• Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan
• Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


BAB III
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERANAN PENDIDIK MENURUT SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG
NOMOR 20 TAHUN 2003




Di dalam Pasal 1 poin 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidik dan Tenaga Kependidikan :
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
Beberapa peran pendidik dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Sebagai Demonstrator
2. Sebagai Manajer/pengelola kelas
3. Sebagai Mediator/fasilitator
4. Sebagai Evaluator
5. Untuk memperbanyak sumber-sumber ilmu peserta didik
6. Memberikan pendidikan yag bermutu kepada peserta didik
7. Bekerja sama dengan lembaga pemerintah dalam hal pasilitas dan anggaran pendidikan
8. dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, penelitian-penelitian bersaing, pertandingan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan lainnya.
9. Dari kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha. Kerjasama ini bisa dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan proyek pengembangan bersama.
10. Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah mapan, satu daerah kecil, dan sebagainya. Program ini dirancang bersama antara lembaga pendidikan dengan pemerintah setempat dan masyarakat. Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja yang akan membayar dana pendidikan, melainkan semua masyarakat
11. Usaha-usaha lain, misalnya :
Mengadakan seni pentas keliling atau dipentaskan di masyarakat
a. Menjual hasil karya nyata anak-anak
b. Membuat bazaar
c. Mendirikan kafetaria
d. Mendirikan toko keperluan personalia pendidikan dan anak-anak.
e. Mencari donator tetap
f. Mengumpulkan sumbangan
g. Mengaktifkan BP3/SPP khusus dalam meningkatkan dana pendidikan.
Seperti diketahui setiap lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah (untuk lembaga pendidikan negeri), masyarakat, dan usaha lembaga itu sendiri. Secara formal sistem pendidikan Indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat.
Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan Indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan Nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.” Perlu difahami bahwa sekularisme bukanlah pandangan hidup yang tidak mengakui adanya Tuhan.
Melainkan, meyakini adanya Tuhan sebatas sebagai pencipta saja, dan peranan-Nya dalam pengaturan kehidupan manusia tidak boleh dominan. Sehingga manusia sendirilah yang dianggap lebih berhak untuk mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus memarjinalkan peranan Tuhan.
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi derivatnya seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta berbagai rancangan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang kini tengah di persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen, RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasar dan Menengah, dsb).
Kemudian dalam cakupan yang lebih operasional, maka peraturan menteri; peraturan daerah yang dibuat para gubernur, walikota/bupati; serta keseriusan para anggota DPRD juga memiliki andil yang besar untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam lingkup daerah.
Adapun berkembangnya dinamika sosial sebagai bentuk aksi-reaksi masyarakat terhadap keberlangsungan berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial-budaya, bahkan ideologi) ditengah-tengah mereka juga turut mempengaruhi dinamika pendidikan, karena berbagai bidang kehidupan tersebut realitasnya merupakan subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam suatu sistem yang lebih besar yaitu sistem pemerintahan.
Pendidikan merupakan salah satu subsistem yang sentral, sehingga senantiasa perlu mendapatkan perhatian dan perbaikan dalam menjaga kontinuitas proses kehidupan dalam berbagai aspek di tengah-tengah masyarakat (negara) tersebut (input-proses-output). Demikian, dalam upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional ternyata memerlukan adanya perbaikan pula dalam aspek sistemik (regulasi) serta meningkatnya kontrol sosial dari masyarakat.
Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman.
Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam
Kemudian berdasarkan laporan dari United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara ditambah wilayah khusus Hong Kong dan wilayah pendudukan Palestina yang diteliti Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108).
Data yang termuat dalam situs www.undp.org/hdr2004 terasa menyakitkan jika posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia (58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135)
Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya. Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan.
Beberapa landasan pendidikan yaitu landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan psikologi, dan landasan ekonomi.
1. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
a. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-Pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945 hanya 2 Pasal, yaitu Pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 Pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajar Pasal 32 pada Undang-Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia yang diatur dengan Undang-Undang.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini, yang dibahas adalah pasal-pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama-tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7, Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45. Undang-Undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia saja. Ini berarti teori-teori pendidikan dan praktek-praktek
c. Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam Pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.”
2. Landasan Filsafat
Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional Pasal 2 Undang-Undang RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.
3. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan.
Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda.
Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam .
Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan beberapa ciri seperti berikut (TIM MKDK, 1990). Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat serta Negara.
Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
1. Perubahan cara berfikir
2. Kemasyarakatan
3. Aktivitas
4. Kreativitas
5. Optimisme

4. Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Sama halnya dengan sosial, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya.
Sosiologi dan Pendidikan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut :
1. Imitasi
2. Sugesti
3. Identifikasi
4. Simpati
Kebudayaan dan Pendidikan Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat misalnya mengatakan kebudayaan berisi
(1) norma-norma,
(2) folkways yang mencakup kebiasaan, adat, dan tradisi, dan
(3) mores,
Sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut :
1. Gagasan
2. Ideologi
3. Norma
4. Teknologi
5. Benda
Agar menjadi lengkap, perlu ditambah beberapa komponen lagi yaitu :
1. Kesenian
2. Ilmu
3. Kepandaian.
Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia
2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur dan sebagainya
3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.
Sosiologi pendidikan merupakan analisi ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang :
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2. hubunan kemanusiaan.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4. Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
Masyarakat indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan KeBhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran).

5. Landasan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan :
a. Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah :
1. Pendekatan pentahapan.
Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2. Pendekatan diferensial.
Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok
3. Pendekatan individual.
Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik dan perkembangan seseorang secara individual.
Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut
1. Masa kanak-kanak ialah umur 0-4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.
2. Masa anak ialah umur 4-8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu
3. Masa muda ialah umur 8-12 tahun sebagai manusia belum berbudaya
4. Masa adolesen ialah umur 12 dewasa merupakan manusia berbudaya.
b. Psikologi Belajar
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut :
1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.
3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.
4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.
5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti persepsi dalam mengajar.
6. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar
7. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran
Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikologis pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien.
6. Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian besar manusianya cenderung mengutamakan kesejahteraan materi disbanding kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar.
1. Asas-Asas Pokok Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
a. Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu :
 Ing Ngarso Sung Tulodo (jika di depan memberi contoh)
 Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat)
 Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan)
b. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
c. Asas Kemandirian dalam Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan bila diperlukan. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motifator. Salah satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian belajar peserta didik adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).



BAB IV
PENUTUP




3.1. KESIMPULAN
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tahap-Tahap Sistem Pendidikan Nasional yaitu :
1. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Nonformal
3. Pendidikan Informal
Pasal 1 poin 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Landasan Pendidikan yaitu :
a. Landasan hukum,
b. landasan filsafat,
c. landasan sejarah,
d. landasan sosial budaya,
e. landasan psikologi, dan
f. landasan ekonomi.

3.2. SARAN
Agar pemerintah lebih memperhatikan sistem pendidikan nasional saat ini, walaupun penulis melihat dewasa ini pendidikan nasional telah mengalami peningkatan yang signifikan tetapi diharapkan kepada seluruh kalangan seperti pemerintah, swasta, maupun masyarakat Indonesia agar menjaga system tersebut dengan baik.
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari pengalaman dan kehebatan orang lain agar dapat tercapai sistem pendidikan nasional yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar